1.
Pengertian Otitis Media Purulenta (OMP)
Otitis media adalah peradangan sebagian atau
seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel
mastoid. Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan media.
Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa (Soepardi, 1998).
Otitis media perforata (OMP) atau otitis media
supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus
menerus atau hilang timbul, sekret mungkin encer atau kental, bening atau
bernanah.(Kapita selekta kedokteran, 1999)
Otitis media koronik adalah perforasi pada
gendang telinga ( warmasif, 2009)
Otitis media
kronis adalah peradangan teliga tengah yang gigih, secara khas untuk sedikitnya
satu bulan serta orang awam biasanya menyebut congek (Alfatih, 2007)
Otitis media
kronik adalah keradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang di
dalam kavum timpani. Otitis media sering dijumpai pada anak – anak di bawah
usia 15 tahun.
Otitis media
kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan
irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media akut
yang tak tertangani.
Kesimpulan :
OMP atau OMSK adalah peradangan pada
telinga tegah dengan perforasi membrane timpani dimana ditandai dengan secret
yang keluar dengan konsistensi encer maupun kental baik secara terus menerus
atau hilang timbul. Selama > 2bulan atau paling sedikit 1 bulan.
2.
Macam-Macam OMP
Otitis media
supuratif krinik dibagi dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:
1.
Tipe tubotimpani (tipe benigna/ tipe aman/ tipe
mukosa)
Tipe ini
ditandai adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang
bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Proses peradangan pada OMK posisi
ini terbatas pada mukosa saja, biasanya tidak mengenai tulang, umumnya jarang
menimbulkan komplikasi yang berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. Beberapa
faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama kelainan tuba eustachius,
infeksi saluran nafas atas, kegagalan pertahanan mukosa terhadap infeksi pada
penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah, campuran bakteri aerob dan
anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa serta migrasi sekunder dari epitel
squamosa. Sekret mukoid berhubungan dengan hiperplasi sel goblet, metaplasi dari
mukosa telinga tengah
OMSK tipe
benigna berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal 2 jenis,yaitu
1)
OMSK aktif ialah OMK dengan sekret yang keluar
dari kavum timpani secara aktif
2)
OMSK tenang apabila keadaan kavum timpani
terlihat basah atau kering.
2.
Tipe
Atikoantral (tipe malignan/ tipe bahaya)
Tipe ini
ditandai dengan perforasi tipe marginal atau tipe atik, disertai dengan
kolesteatom dan sebagian besar komplikasi yang berbahaya dan fatal pada OMSK
tipe ini.
Kolesteatom
adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).
Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatom bertambah besar.
Banyak teori mengenai patogenesis terbentuknya kolesteatom diantaranya adalah
teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi, dan teori implantasi.
Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman (infeksi),
terutama Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi akan memicu proses
peradangan lokal dan pelepasan mediator inflamasi yang dapat menstimulasi
sel-sel keratinosit matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruksi,
dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak
organ disekitarnya sehingga dapat terjadi destruksi tulang yang diperhebat oleh
pembentukan asam dari proses pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini
mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses
otak.
Kolesteatom
dapat diklasifikasikan atas dua jenis:
a.
Kolesteatom kongenital.
Kriteria untuk
mendiagnosa kolesteatom kongenital menurut Derlaki dan Clemis (1965) adalah :
1)
Berkembang dibelakang membran timpani yang
masih utuh.
2)
Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3)
Pada mulanya dari jaringan embrional dari
epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah menjadi epitel
skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan
pada telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa.
Kolesteatom ini dapat menyebabkan parese nervus fasialis, tuli saraf berat
unilateral, dan gangguan keseimbangan.
b.
Kolesteatom akuisital atau didapat
1)
Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom
yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani. Kolesteatom
timbul akibat proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida akibat
adanya tekanan negatif pada telinga tengah karena adanya gangguan tuba (teori
invaginasi). Kolesteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida1,2
2)
Secondary acquired cholesteatoma.
Terbentuk
setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom terjadi akibat masuknya epitel
kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga
tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani
karena iritasi infeksi yang berkangsung lama (teori metaplasi).
Bentuk
perforasi membran timpani adalah :
1.
Perforasi sentral
Lokasi pada
pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior,
kadang-kadang sub total. Pada seluruh tepi perforasi masih ada terdapat sisa
membran timpani.
2.
Perforasi marginal
Terdapat
pada pinggir membran timpani dan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi
marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada
pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.
3.
Perforasi atik
Terjadi
pada pars flaksida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.
3.
Etiologi OMP
Otitis
media kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga (perforasi)
(Mediastore,2009). Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh: otitis media
akut penyumbatan tuba eustakius cedera akibat masuknya suatu benda ke dalam
telinga atau akibat perubahan tekanan udara yang terjadi secara tiba-tiba luka
bakar karena panas atau zat kimia.
Bisa juga disebabkan karena bakteri, antara
lain:
a)
Streptococcus.
b)
Stapilococcus.
c)
Diplococcus pneumonie.
d)
Hemopilus influens.
e)
Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus.
f)
Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E.
Coli.
g)
Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC
paru.
Penyebab OMK antara lain:
1.
Lingkungan
Hubungan
penderita OMK dan faktor sosioekonomi belum jelas, tetapi kelompok sosioekonomi
rendah memiliki insiden OMK yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan
hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang
padat.
2.
Genetik
Faktor genetik
masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMK berhubungan
dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem
sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum
diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
3.
Riwayat otitis media sebelumnya
Secara umum
dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan/
atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan
kronis
4.
Infeksi
Bakteri yang
diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada
otitis media kronik yang aktif. Keadaan ini menunjukkan bahwa metode kultur
yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah bakteri
Gram (-), flora tipe usus, dan beberapa organisme lainnya.
5.
Infeksi saluran nafas atas
Banyak
penderita mengeluh keluarnya sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam
telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6.
Autoimun
Penderita
dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap OMK
7.
Alergi
Penderita
alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang
bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi
terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal
ini belum terbukti kemungkinannya.
8.
Gangguan fungsi tuba eustachius
Pada otitis
media kronis aktif tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah
hal ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada
telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi
tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan
tekanan negatif menjadi normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan
perforasi membran timpani yang menetap pada OMK adalah:
a)
Infeksi yang menetap pada telinga tengah
mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.
b)
Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang
mengurangi penutupan spontan pada perforasi.
c)
Beberapa perforasi yang besar mengalami
penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel.
d)
Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous
dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani.
Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.
4.
Patofisiologi OMP
Patofisiologi
OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan stadium
kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk
diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Terjadinya OMK hampir
selalu dimulai dengan otitis media berulang. OMK disebabkan oleh multifaktor
antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan
tubuh, lingkungan, dan social ekonomi.
Fokus
infeksi biasanya terjadi pada nasofaring (adenoiditis, tonsillitis, rhinitis,
sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Kadang-kadang
infeksi berasal dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi
membran timpani, maka terjadi inflamasi. Bila terbentuk pus akan terperangkap
di dalam kantung mukosa di telinga tengah. Dengan pengobatan yang cepat dan
adekuat serta perbaikan fungsi telinga tengah, biasanya proses patologis akan
berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal. Walaupun kadang-kadang
terbentuk jaringan granulasi atau polip ataupun terbentuk kantong abses di
dalam lipatan mukosa yang masing-masing harus dibuang, tetapi dengan
penatalaksanaan yang baik perubahan menetap pada mukosa telinga tengah jarang
terjadi. Mukosa telinga tengah mempunyai kemampuan besar untuk kembali normal.
Bila terjadi perforasi membrane timpani yang permanen, mukosa telinga tengah
akan terpapar ke telinga luar sehingga memungkinkan terjadinya infeksi
berulang. Hanya pada beberapa kasus keadaan telinga tengah tetap kering dan
pasien tidak sadar akan penyakitnya. Berenang, kemasukan benda yang tidak
steril ke dalam liang telinga atau karena adanya focus infeksi pada saluran
napas bagian atas akan menyebabkan infeksi eksaserbasi akut yang ditandai
dengan secret yang mukoid atau mukopurulen.
5.
Manifestasi Klinis OMP
Gejala
berdasarkan tipe Otitis Media Kronis:
1.
OMK tipe benigna:
a. Telinga
Berair (Otorrhoe)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan.
Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang
sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium
inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan
mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya
jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom
yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberculosis
b. Gangguan
Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat
campuran. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga
tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat
c. Otalgia
(Nyeri Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus.
Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran
sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman
pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK
seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis
d. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan
tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang
mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya
karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga
akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi
serebelum.
2.
OMK tipe maligna dengan kolesteatoma:
Sekret pada
infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan berwarna
kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping kecil,
berwarna putih mengkilat.
Gangguan
pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom bersamaan
juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media nekrotikans akut.
Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea
yaitu karena erosi pada tulang-tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik
kolesteatom.
Gejalanya
bervariasi, berdasarkan pada lokasi perforasi gendang telinga:
1.
Perforasi sentral (lubang
terdapat di tengah-tengah gendang telinga). Otitis media kronis bisa kambuh
setelah infeksi tenggorokan dan hidung (misalnya pilek) atau karena telinga
kemasukan air ketika mandi atau berenang. Penyebabnya biasanya adalah bakteri.
Dari telinga keluar cairan berbau busuk tanpa disertai rasa nyeri. Bila terus
menerus kambuh, akan terbentuk pertumbuhan menonjol yang disebut polip, yang
berasal dari telinga tengah dan melalui lubang pada gendang telinga akan
menonjol ke dalam saluran telinga luar. Infeksi yang menetap juga bisa
menyebabkan kerusakan pada tulang-tulang pendengaran (tulang-tulang kecil di
telinga tengah yang mengantarkan suara dari telinga luar ke telinga dalam)
sehingga terjadi tuli konduktif.
2.
Perforasi marginal (lubang
terdapat di pinggiran gendang telinga). Bisa terjadi tuli konduktif dan
keluarnya cairan dari telinga.
3.
Perforasi atik (lubang
terdapat pada pars flaksida). Biasanya terjadi tuli konduktif dan keluarnya
cairan dari telinga
6.
Pemeriksaan penunjang dan laboraturium OMP
a)
Pemeriksaan
penunjang
1.
Audiometrik
untuk mengetahui tuli konduktif
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya
ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan
dan mobilitas.
2.
Foto
rontgent untuk mengetahui patologi mastoid
3.
Otoskop
untuk melihat perforasi membran timpani
b)
Pemeriksaan
Radiologi
1.
Proyeksi
Schuller: memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan
atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus
lateral dan tegmen.
2.
Proyeksi
Mayer atau Owen: Diambil dari
arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang- tulang
pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah
mengenai struktur-struktur.
3.
Proyeksi
Stenver: memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih
jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis
semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang
sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran.
4.
Proyeksi
Chause III: memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT
scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom.
5.
Bakteriologi : Bakteri yang sering dijumpai pada
OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA
Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai
pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp.
7.
Penatalaksanaan OMP
a.
Prinsip
terapi OMSK tipe jinak atau aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa.
Bila sekret yang keluar terus menerus maka diberi obat pencuci telinga berupa
larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang maka terapi
dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika
dan kortikesteroid. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampicillin
atau eritromisin sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang
dicurigai ada resistensi terhadap ampicillin dapat diberikan ambicillin dengan
asam klavulanat. Bila sekret telah kering tetapi perforasi masih ada
setelah diobservasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau
timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau
kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
b.
Prinsip
terapi OMSK tipe bahaya atau maligna adalah pembedahan, yaitu mastoidektomi
dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa
hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat
abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan
sebelum mastoidektomi. Infeksi kronis telinga tengah dapat menyebabkan
mastoiditis. Ada beberapa jenis teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronis, baik tipe aman atau bahaya, antara lain :
·
Mastoidektomi
sederhana
Dilakukan
pada OMK tipe benigna yang tidak sembuh dengan pengobatan konservatif. Pada
tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik,
dengan tujuan agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
·
Mastoidektomi
radikal
pada
OMK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas.Pada operasi ini
rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik.
Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga
mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu
ruangan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dan
mencegah komplikasi ke intrakranial.
·
Mastoidektomi
radikal dengan modifikasi
Dilakukan
pada OMK dengan kolesteatom di daerah attic, tetapi belum merusak kavum
timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga
direndahkan. Tujuan operasi adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari
rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
·
Miringoplasti
Dilakukan
pada OMK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya
disebabkan oleh perforasi membran timpani. Operasi ini merupakan jenis
timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe
1. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi adalah untuk
mencegah berulangnya infeksi telinga tengah ada OMSK tipe benigna dengan
perforasi yang menetap.
·
Timpanoplasti
Dikerjakan
pada OMK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe benigna
yang tidak bisa diatasi dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi adalah
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain
rekonstruksi membran timpani seringkali harus dilakukan juga rekonstruksi
tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang yang dilakukan maka
dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.
·
Timpanoplasti
dengan pendekatan ganda
Dikerjakan
pada kasus OMK tipe maligna atau OMK tipe benigna dengan jaringan granulasi
yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran
tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding
posterior liang telinga). Yang dimaksud dengan combined approach di sini adalah
membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani melalui dua
jalan, yaitu liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi
posterior. Namun teknik operasi ini pada OMK tipe maligna belum disepakati oleh
para ahli karena sering timbul kembali kolesteatoma.
8.
Komplikasi OMP
Klasifikasi komplikasi OMSK menurut
Adam dkk (1989) :
a.
Komplikasi
di telinga tengah :
· Perforasi membran timpani persisten
· Erosi tulang pendengaran
· Paralisis nervus fasialis
b.
Komplikasi
di telinga dalam :
· Fistula labirin
· Labirinitis supuratif
· Tuli saraf (sensorineural)
c.
Komplikasi
ekstradural :
· Abses ekstradural
· Trombosis sinus lateralis
· Petrositis
d.
Komplikasi
ke susunan saraf pusat :
· Abses otak
· Meningitis
· Hidrosefalus otitis
9.
Asuhan keperawatan dan jurnal penelitian OMP
Kasus
An. Z (12
tahun) dirawat dengan keluhan telinga bagian sebelah sinistra suka mengeluarkan
cairan sudah sebulan berlangsung. Dan sudah membawa ke dokter tapi belum ada
perubahan. Keluhan lain yang suka dirasakan serangan vertigo hebat yang
kadang-kadang muncul. Dari pemeriksaan dengan menggunakan Othoscope ada
perforasi di pars flaksida dekat gendang telinga. Dan saat dites dengan
audiogram menunjukkan kesan tuli konduktif. Hasil Radiologi : mastoid tampak
sklerotik, hal ini akibat erosi oleh koleasteatoma. Dokter mendiagnosa An. Z
mengalami Otitits media purulenta(OMP), dan besok adan dipersiapkan untuk
dilakukan mastoidektomi. Keluarga An. Z sangat cemas telinga anaknya akan di
oprasi. Tanda-tanda vital saat ini TD : 110/90mmHg, Nadi 100x/menit, Suhu 39oC,
Pernafasan 24 x/menit, BB saat ini 39,5
a.
Pengkajian
1)
Data Pasien :
Nama : An. Z
Tempat, Tanggal
Lahir : Jakarta, 03 januari 2001
Umur : 12 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : -
Status
perkawinan : -
Status
pendidikan : SMP
Diagnosa medis :
Otitis Media Purulenta
2)
Riwayat penyakit :
Keluhan Utama :
Klien datang ke Rumah Sakit hari Senin, 13 mei 2013 dengan keluhan
sudah 1 bulan ini telinga kirinya mengeluarkan cairan, kadang-kadang timbul
vertigo hebat dan sudah ke dokter namun tidak ada perubahan,
Riwayat Penyakit Sekarang :
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh
perawat R didapatkan hasil pemeriksaan dengan menggunakan othorschop ada
perforasi di pars flaksida dekat gendang telinga, saat di test audiogram
menunjukkan kesan tuli konduktif, hasil radiologi : mastoid tampak sklerotik, akibat
adanya koleasteatoma, hasil pemeriksaan TTV : TD : 110/90 mmHg ; Nadi : 100x/menit ; Suhu : 39oC ;
RR : 24x/menit , BB sekarang 39,5 kg. Dokter mendiagnosa pasien mengalami
otitis media purulrnta (OMP) dan besok akan dipersiapkan untuk dilakukan oprasi
mastoidektomi.
Riwayat
Penyakit Dahulu :
1 bulan ini telinga kirinya
mengeluarkan cairan dan Klien sudah ke dokter namun tidak ada perubahan
(pengobatan tidak tuntas), Kemungkinan klien pernah mengalami penyakit infeksi
saluran pernafasan atas (ISPA)
Riwayat Kesehatan Keluarga :
Keluarga klien tidak ada yang
mempunyai penyakit yang sama dengan diderita klien
b.
Data fokus
DATA SUBJEKTIF
|
DATA OBJEKTIF
|
·
Klien mengeluh sudah 1 bulan
ini telinga kirinya mengeluarkan cairan
·
Klien mengeluh vertigo hebat kadang-kadang muncul
·
Klien mengatakan sudah berobat namun tidak ada perubahan
·
Klien dan keluarga klien mengatakan cemas akan tindakan oprasi
·
Kemungkinan klien mengeruh telinganya terasa penuh
·
Klien mengatakan pendengarannya berkurang
|
·
Pada telinga klien terdapat cairan yang purulent
·
Tanda-tanda vital :
TD : 110/90 mmHg
HR : 100x/menit
RR : 24x/menit
Suhu : 39oC
·
Hasil pemeriksaan othoscope adanya perforasi di pars flaksida dekat
gendang telinga
·
Hasil test audiogram tampak kesan tuli konduktif
·
Hasil radiologi : mastoid tampak sklerotik akibat erosi oleh
kolesteatoma
·
Klien tampak tidak paham tentang penyakitnya
·
Klien dan keluarga klien terlihat cemas dan takut
|
c.
Analisa Data
DATA
|
PROBLEM
|
ETIOLOGI
|
DS :
· Klien mengeluh sudah 1 bulan ini telinga kirinya mengeluarkan cairan
· Kemungkinan klien
mengeruh telinganya terasa penuh
· Klien mengatakan
pendengarannya berkurang
DO :
· Pada telinga klien
terdapat cairan yang purulent
· Hasil pemeriksaan
othoscope adanya perforasi di pars flaksida dekat gendang telinga
· Hasil test
audiogram tampak kesan tuli konduktif
|
Gangguan persepsi sensori audiotori
|
Perubahan sensori persepsi
|
DS :
· Klien mengeluh sudah 1 bulan ini telinga kirinya mengeluarkan cairan
· Klien mengeluh vertigo hebat kadang-kadang muncul
DO:
· Tanda-tanda vital :
TD : 110/90 mmHg
HR : 100x/menit
· Hasil pemeriksaan
othoscope adanya perforasi di pars flaksida dekat gendang telinga
· Hasil radiologi :
mastoid tampak sklerotik akibat erosi oleh kolesteatoma
|
Resiko
terjadi injuri / trauma
|
Vertigo
|
DS :
·
Klien mengatakan sudah berobat namun tidak ada perubahan
DO:
· Klien tampak tidak
paham tentang penyakitnya
|
Kurang
pengetahuan
|
kurangnya informasi tentang penatalaksanaan
OMA yang tepat.
|
DS :
·
Klien dan keluarga klien mengatakan cemas akan tindakan oprasi
DO:
· Klien dan keluarga klien terlihat cemas dan takut
|
Cemas
|
prosedur
tindakan pembedahan
|
d.
Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1. Gangguan
persepsi sensori auditori b/d perubahan sensori persepsi
2. Resiko terjadi
injuri / trauma berhubungan dengan ketidakseimbangan labirin : vertigo
3. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan OMA
yang tepat.
4. Cemas
berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan
b.
Post Operasi
1.
Nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan
mastoidektomi
2.
Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan post
operasi mastoidektomi
e.
Intervensi
a. Pre Operasi
NO DX
|
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
|
INTERVENSI
|
1
|
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7×24 jam Gangguan
persepsi sensori (audiotory) pada pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil
:
1. Tidak terdapat otorrhoe yg purulent pada pasien.
2. Tidak terdapat cairan dari dan di telinga pasien.
3. Telinga tampak bersih.
|
Mandiri :
1. Monitor TTV ( S, N, RR, TD ) tiap 8 jam.
2. Lakukan irigasi telinga dengan air hangat.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
tetes telinga.
2.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika.
|
2
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24
jam diharapkan resiko injuri/trauma dapat teratasi dengan kriteria hasil :
-
TD normal (120/80 mmHg)
-
HR : 80-100x/mnt
-
Pusing berkurang
-
Pasien tidak
mengalami injuri
|
Mandiri :
1. Kaji ketidakseimbangan tubuh pasien
2. Observasi tanda vital
3. Beri lingkungan yang aman dan nyaman
4. Anjurkan teknik relaksasi untuk mengurangi pusing
5. Penuhi kebutuhan pasien
6. Libatkan keluarga untuk menemani saat pasien bepergian
Kolaborasi :
1.
Kolaborasi
pemberian analgetik
|
3
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan Pengetahuan
pasien tentang penatalaksanaan OMA meningkat dengan criteria hasil :
1. Pasien menyatakan paham dengan informasi yang disampaikan perawat
2. Pasien mampu mendemonstrasikan prosedur pencegahan dan pengobatan dengan
tepat.
|
Mandiri :
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien
b. Berikan informasi berkenaan dengan kebutuhan
pasien
c. Susun bersama hasil yang diharapkan dalam bentuk
kecil dan realistik untuk memberikan gambaran pada pasien tentang
keberhasilan
d. Beri upaya penguatan pada pasien
e. Gunakan bahasa yang mudah dipahami
f. Beri kesempatan pada pasien untuk bertanya
g. Dapatkan umpan balik selama diskusi dengan pasien
h. Pertahankan kontak mata selama diskusi dengan
pasien
i. Berikan informasi langkah demi langkah dan
lakukan demonstrasi ulang bila mengajarkan prosedur
j. Beri pujian atau reinforcement positif pada klien
|
4
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 24 jam diharapkan Kecemasan pasien
berkurang / hilang dengan criteria hasil :
1. Pasien dan keluarga tidak cemas
2. Keluarga mau menemani pasien
|
Mandiri :
1. Kaji tingkat kecemasan pasien dan keluarga
tentang prosedur tindakan pembedahan
2. Jelaskan pada pasien tentang apa yang harus
dilakukan sebelum dan sesudah tindakan pembedahan
3. Berikan reinforcement positif atas kemampuan
pasien
4. Libatkan keluarga untuk memberikan semangat pada
pasien
|
c.
Post
Operasi
a.
NO DX
|
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
|
INTERVENSI
|
1
|
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam nyeri pasien teratasi dengan kriteria hasil :
1. Nyeri hilang
2. Skala nyeri 0
|
Mandiri :
1. Kaji tingkat nyeri pasien
2. Kaji faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
3. Ajarkan teknik relaksasi untuk menghilangkan
nyeri
4. Anjarkan pada pasien untuk banyak istirahat
baring
5. Beri posisi yang nyaman
Kolaborasi :
1.
Kolaborasi
pemberian analgetik
|
2
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam diharapkan Resiko infeksi tidak terjadi dengan
kriteria hasil :
1. Infeksi tidak terjadi
2. Luka operasi dalam kondisi baik
|
1.
Mandiri :
2. Kaji kemungkinan terjadi infeksi / tanda-tanda
infeksi
3. Observasi pasien
4. Lakukan perawatan ganti balutan dengan teknik steril
setelah 24 jam dari operasi
5. Kaji keadaan daerah poerasi
6. Ganti tampon setiap hari
7. Pasang pembalut tekan bila dilakukan insisi
mastoid
8. Bersihkan daerah operasi setelah 2 – 3 minggu
9. Anjurkan pasien untuk kontrol
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian antibiotik
|
Kesimpulan
Otitis media perforata (OMP) atau otitis media
supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus
atau hilang timbul, sekret mungkin encer atau kental, bening atau
bernanah.(Kapita selekta kedokteran, 1999).
Daftar Pustaka
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan.
Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran. Jakarta :EGC.
Vaughan,Daniel G.dkk.2000.Oftalmologi Umum.edisi 14. Jakarta : Widya Medika.
Soepardi,
Efiaty Arsyad, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala & Leher Edisi Ke-enam. Jakarta: FKUI
Djaafar ZA.
Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu
kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI,
2001. h. 49-62
Helmi.
Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher.
Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73
Ganong. Wiliam
F, 2008, Bukku ajar fisiologi kedokteran Ed. 22. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar